1. Menggalang dan melibatkan elemen masyarakat untuk pertahanan, melalui:
• Pembentukan pos-pos penghubung antar desa ke desa, antar kecamatan ke kecamatan di desa-desa di wilayah Kawedanan Tanggul.
• Pembuatan pos-pos perbekalan di desa-desa untuk menjamin pasukan sendiri maupun pasukan lain yang melalui wilayah COG III/C.
• Pembentukan barisan pencuri senjata dan mengganggu musuh yang anggotanya berasal dari para bromocorah.
• Pembuatan pos-pos pengintaian dengan tugas mengawasi gerakan musuh.
2. Menggiatkan dan mengaktifkan pemerintahan sipil di wilayah Kawedanan Tanggul. Badan eksekutif, yang diketuai Djoko Mardjoeki (Camat Bangsalsari) dan Soerachmat
Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling yang dibentuk Comando Offensive Guerilla (COG) III, Kompi III, selain dibinadi bawah pimpinan Lettu Winoto, sebagai Komandan Kompi, juga mendapat pembinaan dari seorang tokoh agama di Rowo Tengu, Kecamatan Tanggul (sekarang masuk wilayah Desa Sidomulyo, Kecamatan Semboro), bernama Kiai Moch Mukhtar.
Hasil yang dicapai Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling selama masa perang kemerdekaan, menurut salah satu anggota pasukan Kompi III, BG VIII, Comando Offensive Guerilla (COG) III, Achdjab diantaranya, 2 pucuk senjata jenis LE (Lee Enfield), yang dicuri dari Pos Belanda di Pondokdalem.
Begitu pula dalam aksi penyerangan yang dilakukan pasukan Kompi III, BG VIII, Comando Offensive Guerilla (COG) III, terhadap kantor Pos dan Giro, Tanggul, yang ketika itu dijadikan sebagai markas tentara Belanda.
Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling yang turut dalam penyerangan berhasil mencuri 1 senjata LE, senjata Bren, dan senjata KM (Sten Gun).
Mereka yang tergabung dalam Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling, diakui Achdjab, tidak semuanya berasal dari kalangan bromocorah, tapi ada juga yang hanya masyarakat biasa.
Dalam buku “Letkol Moch Sroedji, Jember Masa Perang Kemerdekaan, Achdjab menjelaskan, diantara anggota Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling, yang berasal dari masyarakat biasa adalah, Muntina dan Muhammad. Dua pejuang dari Desa Patemon, Tanggul, ini sangat aktif mengikuti penyerangan yang dilakukan tentara ke pos militer Belanda.(*).