Baru setelah itu disebar di rak terbuka untuk dikeringkan. Dan setelah mengering, pakaian disikat untuk menghilangkan serat.
Khusus pakaian berwarna putih diletakkan di bingkai anyaman di atas belerang yang terbakar agar tetap terlihat putih.
Sedang untuk pakaian berwarna, tukang cuci akan menggosoknya dengan bahan alami yang dikenal sebagai fullers’ earth.
Penggunaan bahan ini untuk mengembalikan warna serta menjaga kualitas kain, selain juga untuk menghilangkan noda yang tertinggal. Setelah semua proses selesai, pakaian akan digantung dan diberi nama pemiliknya.
Meski usaha dan pekerjaan ini dipandang rendah karena cara kerjanya menggunakan bahan yang dianggap menjijikkan, yakni urine sebagai detergen, namun tukang cuci termasuk di antara pekerja paling sukses dan bergaji tinggi di Romawi.
Profesi ini terus berlanjut, dan tetap beroperasi dengan cara serta bahan pembersih yang sama selama ratusan tahun, sampai akhirnya sabun dan detergen menggantikan fungsi urine.
Bangsa Romawi kuno kelas atas sangat menyadari fungsi dari sebuah pakaian, yang tidak hanya sebagai pembungkus tubuh, tapi juga mencerminkan status seseorang.
Masyarakat Romawi kuno juga sudah mengenal pakaian untuk menumbuhkan citra publik yang mengesankan.
Bahkan pembantu dan pelayan rumah tangga di zaman Romawi juga mengenakan pakaian yang bagus.
Oleh karenanya, meski profesi tukang cuci dianggap rendah, karena pekerjaannya bersentuhan dengan air kencing, namun masyarakat Romawi tidak bisa hidup tanpa tukang cuci.