Sementara Pangeran Notoprojo penguasa daerah Serang, Jawa Tengah, yang sejak awal berjuang melawan Belanda, tetap pada pendiriannya untuk terus berjuang.
Sikap Pangeran Notoprojo inilah yang membuat pihak VOC berang dan dengan tiba-tiba melancarkan serangan ke kubu Serang.
Pangeran Notoprojo yang ketika itu sudah berusia lanjut tidak mampu lagi memimpin pasukan pertahanan Serang.
Hingga akhirnya kepemimpinan pasukan Serang diserahkan kepada Nyi Ageng Serang. Saat perlawanan terjadi, saudara laki-laki Nyi Ageng Serang gugur, dan Pangeran Notoprojo juga jatuh sakit.
Meski dalam kondisi yang serba sulit sekalipun, Nyi Ageng Serang ternyata juga tidak mau menyerah, dan tetap melanjutkan perlawanan.
Nyi Ageng Serang memegang langsung kepemimpinan dan berjuang melawan Belanda dengan gagah berani. Akan tetapi karena kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan musuh, ditambah lagi Pangeran Mangkubumi yang menjadi rekan seperjuangannya tidak mau membantu, pasukan Serang akhirnya terdesak.
Nyi Ageng Serang yang menjadi Panglima Perang di Serang namanya semakin dikenal dan disegani lawan. Ia memang memiliki ilmu kemiliteran yang cukup mumpuni, karena sejak umur 16 tahun oleh orang tuanya sudah dimasukkan dalam Korps Nyai (semacam Kowad sekarang).
Meski ada perjanjian perdamaian di Mataram, jiwa perlawanan Nyi Ageng Serang tidak lantas padam. Sejak awal Nyi Ageng Serang tetap berada pada jalurnya perjuangannya berjuang melawan VOC.