LONTARNEWS.COM. I. Jember – Meski untuk mendapatkan kios tidak perlu mengeluarkan biaya, namun untuk kewajiban retribusinya, pedagang harus bayar. Jika tidak, maka kepada oedang yang tidak mau bayar retribusi, akan dikenakan sanksi.
Kios yang dipergunakan pedagang untuk jualan itu merupakan aset pemerintah. Demikian ditegaskan Bupati Jember dr. Hj. Faida, MMR, saat acara Syukuran Nganyari Pasar, di Aula PB Sudirman, hari Sabtu (4/5/2019).
“Semuanya nanti teken, bahwa memahami kios-kios ini bukanlah milik pribadi, tetapi aset Pemerintah Kabupaten Jember yang dipinjam dan digunakan oleh para pedagang,” ungkap bupati.
Di hadapan pedagang di tiga pasar yang hadir dalam acara Syukuran Nganyari Pasar, bupati mengungkapkan bahwa kios-kios itu dibangun menggunakan dana dari APBD Kabupaten Jember.
Karena itu, sebagai bukti legalitas pemakaian kios, setiap pedagang mendapatkan barcode yang bisa menyimpan identitas dan bisa digunakan untuk membayar retribusi. “Sekarang sudah jaman modern, retribusinya pakai kartu,” terang bupati
Masa berlaku kartu paling lama tiga tahun. Kartu ini bukan identitas kepemilikan, tetapi hanya merupakan keterangan pemakaian.
Apabila tidak membayar retribusi selama tiga bulan maka sanksinya adalah pencabutan hak pemakaian atau dipindahtangankan kepada orang lain. Pedagang juga harus mengikuti ketentuan membuang sampah untuk tetap menjaga kebersihan pasar.
Terkait tiga Pasar Kreongan, Geban, dan Mangli yang sudah direhab, dikatakan memiliki kekhasan sendiri-sendiri. Di pasar Mangli paling banyak pedagang perancangan dan pedagang sayur.
Sedang di pasar Gebang paling banyak pasar hidup dan sayuran. Sementara di Kreongan paling banyak perancangan dan daging. “Dengan usia pedagang, di tiga pasar ini terdapat pedagang dengan usia produktif, tetapi juga ada pedagang lanjut usia diatas 60 tahun,” terangnya.
Sebagai makhluk sosial, bupati mengajak para pedagang untuk bisa hidup secara bersama-sama. Menjual barang dagangan dengan bagus, tapi tidak membeli dari petani dengan harga sangat murah agar petani juga dapat hidup sejahtera. “Wis ditawar, kadang masih hutang,” canda bupati.
Mengenai omset di tiga pasar itu, sedikit terpaut agak jauh. Omset di Pasar Mangli dari Rp. 500.000-1.000.000. Di pasar Gebang Rp. 30.000-50.000, dan Pasar Kreongan Rp. 400.000-500.000.
Untuk penataan, bupati berpesan para pedagang untuk tidak terlalu mempersoalkan persaingan. Pemerintah bertugas menata dan memudahkan pembeli untuk mencari apa yang dibutuhkan.
“Jadi prancangan jejer prancangan, pecah belah jejer pecah belah, karena rezeki ndak akan tertukar,” tutur perempuan berlatar belakang dokter ini.
Di pasar Mangli, kata bupati, kios yang awalnya berjumlah 48 menjadi 60 unit di lantai 2 dan 37 kios di lantai bawah. “Di lantai 2 kios baru itu digunakan 54 pedagang yang dulu aktif berjualan di pelataran,” jelasnya.
Para pedagang, masing-masing medapat satu kios secara rata. SIM yang selama ini dipakai pedagang untuk berjualan diganti dengan kartu pemakaian tempat usaha. Kartu ini menyertakan ketentuan yang harus ditaati.
Syukuran Nganyari Pasar ini juga mengundang penceramah, yakni Gus Fikri. Dalam tausiahnya, Gus Fikri menyampaikan bahwa para pedagang ini telah melakukan sunnah Rasul yaitu berdagang “Sampeyan ini berdagang sudah meniru Rasulullah,” katanya.
Jika ingin berdagang dengan barokah, maka harus jujur dan tidak curang. “Mau untung boleh, mau mencari laba boleh, tapi harus jujur dan tidak mengurangi timbangan,” jelasnya.
Karena ketika seseorang berbuat curang atau tidak jujur, maka pendapatan akan menjadi haram. “Semoga semua yang dilakukan bupati dan wakil bupati diridhoi Allah,” doanya. (*)