Penyuluhan oleh Mahasiswa Kukerta Kelompok 26 Unmuh Jember, Pilih Dusun Pettung Desa Arjasa, Sukowono, Karena Angka Perceraiannya Tinggi

IMG 20200217 WA0167 e1581928258627
Mahasiwa Kukerta Kelompok 26 Universitas Muhammadiyah Jember, di SMK Nurun Najjah Dusun Pettung Desa Arjasa,Kecamatan Sukowono
Mahasiwa Kukerta Kelompok 26 Universitas Muhammadiyah Jember, di SMK Nurun Najjah Dusun Pettung Desa Arjasa,Kecamatan Sukowono

LONTARNEWS.COM. I. Jember – Meski undang – undang pernikahan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, menyebutkan bahwa remaja perempuan Indonesia boleh menikah di usia 16 tahun, dan bagi bagi laki-laki 19 tahun, namun dalam kenyataannya masih ada masyarakat yang menikahkan anaknya di usia muda. Kenyataan yang demikian ini, sungguh sangat disayangkan, karena pada dasarnya mereka yang dipaksa atau terpaksa menikah di usia muda, dari banyak sisi belum siap.

Nah, berangkat dari masih banyaknya remaja yang menikah di usia muda ini, mahasiswa Kukerta Kelompok 26 Universitas Muhammadiyah Jember, Kamis (13/02/2020), melakukan kegiatan penyuluhan tentang pernikahan usia muda. Tempat yang menjadi sasaran penyuluhan yakni SMK Nurun Najjah, di Dusun Petung, Desa Arjasa, Kecamatan Sukowono.

Latar belakang dipilihmya sekolah ini menjadi tempat dilakukannya penyuluhan, karena angka perceraian di daerah itu cukup tinggi, selain juga rendahnya pendidikan. Diharapkan, dengan penyuluhan ini, ada perubahan pola pikir di kalangan masyarakat setempat untuk tidak menikahkan putra putrinya di usia muda.

Encik Rizki, Koordinator Desa (Kordes), Kukerta Kelompok 26 Universitas Muhammadiyah Jember, mengungkapka, dari hasil wawancara dengan siswa siswi SMK Nurun Najjah menunjukkan, rata-rata mereka yang duduk di bangku kelas 3 sudah mempunyai tunangan. Karena itu setamat dari sekola mereka dipaksa oleh orang tuanya untuk menikah.

Adanya penyuluhan yang diadakan mahasiswa Kukerta Kelompok 26 ini, kata Encik, bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar dalam merencanakan sebuah keluarga, harus mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga. Baik kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi, termasuk menentukan jarak kelahiran.

Dikatakan Encik, bahwa pendewasaan usia perkawinan adalah upaya untuk meningkatkan usia kawin pertama saat mencapai usia minimal 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Namun kenyataannya, undang undang pernikahan di Indonesia sangat tidak relevan.

Seperti dalam UU Pernikahan Pasal 2 ayat 1 Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi, bahwa remaja indonesia boleh menikah di usia 16 tahun bagi perempuan dan 19 th bagi laki-laki. Hal ini berdanding terbalik dengan UU perlindungan anak nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Uundang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada undang-undang itu disebutkan, orang tua harus melindungi anak dari pernikahan usia dini.

Terkait dengan terjadinya pernikahan dini, diantara penyebabnya, menurut Encik, yaitu karena rendahnya pendidikan, kebutuhan ekonomi, kultur nikah muda, pernikahan yang diatur, seks bebas pada remaja, kehamilan di luar nikah. “Kegiatan tersebut (penyuluhan) sudah mendapatkan izin dari pihak sekolah yang dilaksanakan oleh anggota Kukerta Kelompok 26 pada tanggal 11 Februari 2020,” jelasnya.

Sementara dari kegiatan penyuluhan ini, ada satu pertanyaan yang disampaikan seorang siswa SMK Nurun Najjah. Siswa tersebur bertanya “bagaimana cara menanggapi ketika orang tua menyuruh menikah di usia dini ?”.

Atas pertanyaan ini, Inayatul selaku pengisi materi penyuluhan menjelaskan, bahwa seorang anak harus bisa menjelaskan mengenai dampak yang akan terjadi jika pernikahan dini itu terjadi. “Kita harus menyakinkan orang tua kita dengan alasan yang masuk akal, sehingga orang tua paham dengan maksud yang kita harapkan,” terang Inayatul. (Maji).