LONTARNEWS.COM. Keinginan mantan Wakil Presiden Republik Indonesia dua periode M. Jusuf Kalla untuk bersikap netral pada pemilihan presiden 2024, akhirnya tidak dapat dijalani.
Perubahan pilihan dan sikap itu terjadi, setelah Jusuf Kalla.(JK) mengaku melihat banyak tekanan dan ancaman yang dianggap mengawatirkan serta membahayakan negeri ini.
Itulah yang mendorong Jusuf Kalla akhirnya melabuhkan pilihannya kepada salah satu pasangan (paslon) presiden dan wakil presiden yang akan berkompetisi pada pilpres 14 Pebruari 2024 mendatang.
“Semula inginnya netral, berteman, bersahabat, tapi setelah melihat perilaku teman-teman yang baik yang menjadi penguasa, termasuk presiden yang memihak. Sementara di sisi lain, banyak tekanan, ancaman, mengawatirkan, bahaya negeri ini,” ujar Jusuf Kalla,
Dalam.pandangan JK, kalau suatu demokrasi disertai dengan ancaman, tekanan penjara, dan sebagainya dari bawah ke atas, maka akan sangat tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Karena itu saya putuskan harus berpihak kepada yang lemah, tapi menurut saya itu merupakan kepemimpinan yang baik,” tegas mantan wapres RI ke 10 dan 12 itu.
Keberpihakan itu lanjut JK, harus dilakukan, karena jika tidak, maka negeri ini dalam ancaman bahaya. Sebab itu sistem demokrasi yang sudah berjalan di negeri ini harus dijaga
“Kalau pemimpin dihasilkan lewat proses yang jelek, pemaksaan, intimidasi, proses yang curang, nanti akan menghasilkan pemimpin yang begitu juga,”
Keberpihakan itu menurut JK juga harus dilakukan, demi mempertahankan adanya suatu kesempatan yang sama, sehingga ada keseimbangan Kita harus mempertahankan suatu kesempatan yang sama, ada keseimbangan
“Jangan mau menerima saja ditekan. Jangan menerima saja diintimdasi, jangan menerima saja dengan kecurangan kecurangan yang mungkin timbul,” tandasnya. (*).