LONTARNEWS.COM. I. Jember – Ada lima poin tanggapan yang disampaikan Bupati Jember, dr. Faida, MMR., dan Bupati Jember, Drs. KH. A. Muqit Arief, atas penggunaan hak angket oleh DPRD Kabupaten Jember. Lima poin tanggapan yang disampaikan tersebut sebagai jawaban atas beberapa pertanyaan yang diajukan panitia hak angket DPRD Jember kepada Bupati Jember.
Kelima poin tanggapan yang disampaikan Bupati Jember tersebut antara lain:
Pertama, hak angket yang diputuskan pada Rapat Paripurna DPRD tanggal 27 Desember 2019 diketahui merupakan peningkatan dari hak interpelasi sebagai akibat tidak hadirnya bupati. Padahal secara jelas Bupati Jember tidak pernah berniat untuk tidak hadir atau mangkir, melainkan karena alasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara resmi melalui surat bupati kepada DPRD Jember.
Bupati Jember meminta kepada DPRD Kabupaten Jember untuk menjadwalkan ulang Rapat Paripurna sesudah tanggal 31 Desember 2019. Permohonan penjadwalan ulang agenda Rapat Paripurna ini merupakan hal yang wajar dan lazim dan pernah dilakukan sebelumnya.
Kedua, penggunaan hak angket berawal dari respon DPRD Kabupaten Jember atas ketidakhadiran bupati dalam Rapat Paripurna Interpelasi yang agendanya mendengarkan jawaban Bupati Jember.
Keputusan DPRD pada rapat paripurna tersebut, yang memilih tidak melanjutkan dan menyelesaikan penggunaan hak interpelasi, melainkan langsung beralih menggunakan hak angket, jelas bertentangan dengan maksud digunakannya hak interpelasi dan bertentangan dengan Pasal 72 ayat (4) Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 2018.
Alasan kepala daerah tidak hadir sehingga hak interpelasi berlanjut ke hak angket adalah alasan yang tidak berdasar hukum.
Ketiga, syarat dan tata cara usul penggunaan/pelaksanaan hak angket telah diatur dalam pasal 73 PP 12 tahun 2018 dan Tatib DPRD Kabupaten Jember.
Pengusulan hak angket harus disertai dokumen yang memuat sedikitnya dua hal, yakni, pertama adalah materi kebijakan dan/atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang akan diselidiki. Dan yang kedua adalah alasan penyelidikan.
Berdasarkan Rapat Paripurna DPRD Jember tanggal 27 Desember 2019 dan 30 Desember 2019, dokumen tersebut tidak pernah ada. Dalam rapat paripurna tersebut hanya berupa penjelasan lisan dari juru bicara hak angket tanpa disertai dokumen yang dipersyaratkan.
Akibat hukum tidak terpenuhinya syarat tersebut adalah adanya cacat formil hak angket yang digunakan oleh DPRD Kabupaten Jember.
Keempat, dari lima kebijakan yang akan diselidiki melalui hak angket, salah satunya adalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Jember lainnya yang memiliki dampak meluas kepada masyarakat yang akan ditentukan kemudian hari.
Berdasarkan UU Pemda, PP 12/2018 dan Tatib DPRD Kabupaten Jember, bahwa tidak ada norma yang memberikan kewenangan kepada panitia angket untuk menambahkan materi angket baru di luar keputusan dalam paripurna.
Kelima, keputusan DPRD Jember nomor 25 tahun 2019 tentang Usul Hak Angket DPRD kepada Bupati Jember menggunakan dasar hukum UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3, utamanya Pasar 371 dan Pasal 381. Padahal kedua pasal tersebut sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut. (*)