Kota Welas Asih Bisa Terwujud Kalau Problem yang Ada di Dunia Pendidikan Sudah Terselesaikan

Compassionate School Training 25 10 7 e1572170933600
Kepala Compassionate Action Indonesia, Ali Bin Zed, memberikan paparan tentang Kota Welas Asih dalam acara Compassionate School Training di Ruang Tamyaloka, Pendopo Wahya Wibawagraha, Jumat (25/10/2019).
Kepala Compassionate Action Indonesia, Ali Bin Zed, memberikan paparan tentang Kota Welas Asih dalam acara Compassionate School Training di Ruang Tamyaloka, Pendopo Wahya Wibawagraha, Jumat (25/10/2019).

LONTARNEWS.COM. I. Jember – Untuk mewujudkan program Jember Kota Welas Asih, hal yang harus diselesaikan terlebih dahulu, adalah pendidikan. Jalur pendidikan ini ditempuh untuk melihat problematika yang ada di Kabupaten Jember.

Problem-problem tersebut diantaranya, tingginya angka stunting dan angka putus sekolah. Compassionate Action Indonesia, melihat, pendidikan merupakan awal dari semua bidang kehidupan.

“Setelah memetakan problem yang ada di Jember, kami sepakat problem ini selesai kalau pendidikannya sudah baik,” terang Ali Bin Zed, Kepala Compassionate Action Indonesia, dalam acara Compassionate School Training di Ruang Tamyaloka, Pendopo Wahya Wibawagraha, Jumat (25/10/2019).

Pendidikan menjadi jalur yang dipilih Compassionate Action Indonesia untuk mewujudkan program Jember Kota Welas Asih. “Hari ini kita bicara soal sekolah welas asih dan pendidikan inklusi,” terang Ali Bin Zed.

Ada 23 sekolah yang menjadi percontohan untuk mewujudkan program tersebut, dengan mengikuti Compassionate School Training selama tiga bulan. Pelatihan ini tidak hanya melibatkan kepala sekolah sebagai peserta, wali murid dan tokoh masyarakat sekitar sekolah juga terlibat dalam pelatihan ini.

Ali Bin Zed menjelaskan, jalur pendidikan ini ditempuh untuk menuju kota welas asih setelah melihat problematika yang ada di Kabupaten Jember. Pendidikan akan mengarah ke ekonomi, yang kemudian bermuara ke kemakmuran masyarakat. “Dan, kemakmuran artinya berbicara kebahagiaan masyarakat,” terangnya.

Oleh karenya, para peserta pelatihan diharapkan, bisa mengantarkan sekolah mereka menjadi sekolah welas asih, termasuk menjadi sekolah yang inklusi. “Sekolah yang menerima segala keluhan, segala kelebihan yang ada di anak-anak kita. Termasuk anak berkebutuhan khusus,” ungkapnya.

Pada akhir pelatihan kali ini, peserta diminta untuk membuat rencana tindak lanjut setelah menerima materi dari narasumber. Rencana tindak lanjut tersebut terkait dengan ritual di sekolah.

“Bagaimana ritual yang dilakukan ketika menghadapi anak yang pemarah, berantem anak yang terlambat, dan komunikasi guru dengan orang tua,” pungkasnya. (*)