Muhammad Baihaqi merupakan generasi kedua yang memimpin ritual keagamaan dan budaya di desa Majangtengah. Muhammad Baihaqi mengajarkan tentang budaya Halal Bi Halal yang dikemas dalam tradisi khusus yang diberi nama Tellasan Topak Syawal.
Tradisi Tellasan Topak Syawal berasal dari Bahasa Madura yang berarti Hari Raya Ketupat pada bulan Syawal.
Tradisi ini terbentul melalui proses akulturasi budaya Islam Jawa yang diadopsi oleh masyarakat Madura keturunan (Pendalungan) atau Madura Ndalungan, yakni masyarakat etnis Madura yang telah bercampur dengan masyarakat etnis Jawa.
Masyarakat yang tinggal di desa Majangtengah merupakan suku Madura Pendalungan, dengan perbandingan 60 persen etnis Madura, dan 40 persen etnis Jawa.
Tellasan Topak Syawal merupakan sebuah tradisi yang menggambarkan satu fenomena identitas sosial atau identitas kolektif.
Rangkaian tradisi Tellasan Topak Syawal yang digelar di desa Majangtengah, diawali dengan Ikrar Halal Bi Halal, yang dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal, setelah sholat Idul Fitri dan khutbah Idul Fitri, di dalam masjid jami’ An-Nur.