Dalam sebuah kisah, ketika hendak membuat jembatan di atas Kali Porong, Belanda memerintah semua lurah yang ada di bantaran sungai Porong agar mengirimkan warganya untuk dipekerjakan secara paksa.
Perintah kerja paksa yang akan memberatkan rakyat ini ditolak oleh Lurah (kades) Bintoro dan Carik (sekdes) Wicaksono, dari Gunung Gangsir.
Penolakan Lurah Bintoro untuk mengirimkan warganya yang akan dipekerjakan secara paksa dalam pembuatan jembatan ini, oleh Lurah Abilowo dan Carik Bargowo, dari Panderejo, dilaporkan kepada Belanda.
Sehingga, akibat dari laporan Lurah Abilowo tersebut, Belanda menangkap dan menahan Lurah Bintoro, selanjutnya juga dipekerjakan secara paksa di jembatan Porong
Penahanan Lurah Bintoro oleh Belanda akibat dari laporan yang dibuat Lurah Abilowo, ini ternyata juga disertai dengan niat lain yang terselubung
Itu terbukti, setelah Lurah Bintoro ditahan di markas Belanda, Lurah Abilowo dan Carik Bargowo, mencoba main ke rumah Lurah Bintoro
Keduanya berpura-pura hendak menolong Sutinah, isteri Lurah Bintoro, yang lagi kesusahan, karena suaminya ditahan Belanda.
Semula Sutinah tidak mengira kedatangan Lurah Abilowo dan Carik Bargowo ke rumahnya diikuti dengan niatan busuk
Karena dari omongannya, Lurah Abilowo nampak begitu manis. “Mulai hari ini kamu jangan ngungsi dan tinggal di Gunung Gangsir, tapi di tempatku, di Desa Panderejo sana,” ajak Lurah Abilowo, kepada Sutinah.
Ajakan yang dilontarkan Lurah Abilowo, ini belum dipahami oleh Sutinah. Namun setelah Abilowo yang ditemani Carik Bargowo menjelaskan dengan gamblang semua hasratnya, barulah Sutinah menyadari.
Mendengar ungkapan Lurah Abilowo yang ingin memperisteri dirinya, seketika itu pula Sutinah menjawab lantang; “Apa?. Saya mau sampean nikahi?. Kalau begitu, kamu ngomong seperti itu (mau menolong) karena ada pamrihnya,” sergah Sutinah.