Tanpa berpikir panjang Joko Sambang pun langsung mendatangi tempat dari mana suara itu berasal. Setelah sampai di tempat dimana ayahnya terluka parah, Joko Sambang, langsung mendapat cerita dari bapaknya, bahwa dirinya baru saja bertarung dengan Lurah Abilowo dan Carik Bargowo.
Dikatakan, bahwa luka yang dideritanya bukan karena tembakan Belanda, tapi karena Lurah Abilowo dan Carik Bargowo yang mengetahui kelemahannya.
Lurah Bintoro kemudian meminta Joko Sambang segera mengejar Lurah Abilowo dan Carik Bargowo. Lurah Bintoro sendiri mengaku masih kuat dan akan pulang ke Gunung Penanggungan untuk menemui isterinya, Sutinah, sebelum ajal menjemput.
Joko Sambang yang berusaha mengejar Lurah Abilowo di tengah jajan dicegat Carik Bargowo. Setelah tahu siapa orang yang mencegat dirinya, tanpa ampun Joko Sambang membantai Carik Bargowo, sebagai balasan atas kematian ayahnya, Lurah Bintoro.
Setelah membunuh Carik Bargowo, giliran Lurah Abilowo yang menjadi sasaran pembantaian Joko Sambang berikutnya.
Pencarian dan pengejaran terhadap Lurah Abilowo terus dilakukan oleh Joko Sambang. Hingga sampailah pada suatu tempat, dimana Joko Sambang yang sudah diselimuti dendam atas kematian ayahnya, tanpa banyak cakap langsung menebas tubuh Lurah Abilowo, ketika ketemu.
Tidak hanya sampai di situ, setelah melampiaskan dendam atas kematian ayahnya kepada Lurah Abilowo, Joko Sambang terus bergerak meneruskan perburuannya mencari orang-orang yang menjadi kaki tangan Belanda.
Di tengan jalan Joko Sambang berpapasan dengan Joyo Semprul, kaki tangan Belanda yang diberi tugas menjadi mandor utama dalam pembuatan Jembatan Porong dan kerap menyiksa penduduk.