Dalam Pararaton peristiwa ini tertulis dengan; “Ia pergi pada waktu malam, tak ada orang tahu, hanya orang orang Bayangkara mengiringkannya, semua yang mendapat giliran menjaga pada waktu raja pergi itu, banyaknya lima belas orang, pada waktu itu Gajah Mada menjadi Kepala Bayangkara dan kebetulan juga sedang menerima giliran menjaga, itulah sebabnya ia mengiring raja pada waktu raja pergi dengan menyamar itu. Lamalah raja tinggal di Bedander”.
Pararaton juga menyebutkan, dalam peristiwa ini Gajah Mada terpaksa menusuk seorang pejabat yang memohon ijin untuk pulang kerumahnya.
Pejabat itu ditusuk karena ngotot mau pulang. Gajah Mada sebenarnya sudah berusaha meminta pejabat itu untuk tidak pulang, karena jumlah pengawal raja hanya sedikit.
Tapi karena tetap memaksa, akhirnya dengan terpaksa Gajah Mada menusuknya hingga tewas.
“Jangan jangan ia nanti memberi tahu, bahwa raja bertempat di rumah kepala desa Bedander, sehingga Ra Kuti dapat mengetahuinya,” demikian yang tertulis dalam Serat Pararaton.
Selajutnya, setelah lima hari dari kejadian itu, Gajah Mada memohon ijin untuk pergi ke Majapahit. Dia bermaksud untuk mengetahui kondisi terkini di Majapahit.
Setibanya di Majapahit, Gajah Mada langsung mendapat pertanyaan dari para Amanca Negara tentang tempat raja.
Mendapat pertanyaan seperti itu, Gajah Mada menjawab, raja telah diambil oleh teman-teman Ra Kuti.
Mendengar jawaban Gajah Mada, orang-orang semuanya pada menangis: “Janganlah menangis, apakah tuan tuan tidak ingin menghamba kepada Ra Kuti,” tanya Gajah Mada kepada mereka.
“Apa kata tuan itu, Ra Kuti bukan tuan kami,” sergah salah seorang dari mereka menjawab ucapan Gajah Mada.