Cerita Rakyat Jawa Timur, Joko Sambang Pendekar Gunung Gangsir (Bagian-2)

Lukisaan Joko Sambang dalam suatu pertarungan (Ilustrasi)

Usai menceritakan banyak hal tentang keadaan orang tuanya, pakde Martoyo menyerahkan keris pusaka yang dititipkan ibunya untuk diserahkan kepada Joko Sambang.

“Terimalah pusaka ini, hati-hatilah. Ibumu berpesan kepada pakde, kamu tidak boleh pulang ke Gunung Gangsir atau Gunung Penanggungan kalau tidak bersama orang tuamu laki,” ucap Martoyo menyampaikan pesan ibunya, Sutinah, kepada Joko Sambang.

Bacaan Lainnya

Pakde Martoyo sendiri, setelah menyampaikan pesan yang dititipkan Sutinah, sebelum pergi, memberikan 1 ekor kuda yang dibawanya dari Gunung Penanggungan kepada Joko Sambang.

Usai menyerahkan pusaka dan 1 ekor kuda, Pakde Martoyo lalu pergi kembali ke Gunung Penanggungan. Sepeninggal pakde Martoyo, Joko Sambang yang sudah banyak mengetahui cerita perihal orang tuanya dari pakde Martoyo dengan keris pusaka dari orang tuanya di genggaman tangannya, seketika itu juga berniat mencari Lurah Abilowo dan Carik Bargowo yang menyebabkan bapaknya ditahan Belanda.

Sementara di lokasi pembuatan jembatan Porong, akibat tidak adanya makanan dan minuman, banyak warga yang menjalani kerja paksa, lemas dan tidak mampu bekerja

Melihat keadaan ini, Joyo Semprul, pribumi yang diangkat Belanda menjadi mandor, marah-marah dan memukuli penduduk yang sudah hampir sekarat itu.

Beberapa penduduk yang tidak kuat menahan siksaan dari Joyo Semprul lalu mengadu kepada Lurah Bintoro, yang ketika itu menjadi tahanan Belanda juga dipekerjakan secara paksa di jembatan Porong.

Beberapa lama kemudian, saat suasana gaduh dan ribut, Carik Wicaksono yang merupakan orang dekat dan kepercayaan Lurah Bintoro tiba-tiba datang.

Loading

Pos terkait