Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.
Sedang nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu, Indus yang berarti “India” dan Nesos yang berarti pulau/kepulauan. Indus dan Nesos atau Indo_Nesia berarti Kepulauan India.
Kata Indonesia pertama kali, muncul dalam majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: “Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur”), yang terbit di Singapura tahun 1847.
Ahli etnologi Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), dalam artikelnya pada majalah JIAEA, volume IV tahun 1850, halaman 66-74, berjudul “On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay – Polynesian Nations” (Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu – Polinesia), tahun 1850 mengusulkan dua nama untuk penyebutan kepualauan tersebut, yakni Indunesia atau Malayunesia.
James Richardson Logan, seorang pengacara dan editor Majalah Penang Gazette,asal Skotlandia, dalam artikelnya pada majalah JIAEA, volume IV tahun 1850, halaman 252-347, “The Ethnology of the Indian Archipelago” (Etnologi dari Kepulauan Hindia), memakai nama “Indunesia” yang tidak digunakan George Samuel Windsor Earl.
James Richardson Logan mengganti huruf “U” pada nama “Indunesia” itu diganti dengan huruf “O”, agar pengucapannya lebih baik dan enak didengar.
Penggantian huruf “U” pada nama Indunesia dengan “O” oleh Richardson Logan inilah yang kemudian melahirkan istilah Indo_nesia, bukan lagi Indu_nesia.
Dipilihnya nama Indonesia untuk menyebut kepulauan ini membuktikan, bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini, penduduk di kepulauan ini adalah orang India, selain nama ini juga sudah begitu akrab di Eropa.
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samarannya Multatuli, pernah menyebut kepulauan Indonesia dengan “Insulinde”, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (dalam bahasa Latin “insula” berarti pulau). Namun nama “Insulinde” ini kurang populer.