Serat Pararaton menyebut, aksi pemberontakan yang dilakukan Ra Kuti didasari oleh rasa tidak puas atas naiknya Jayanegara sebagai raja kedua Majapahit, menggantikan Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardana.
Jayanegara dinilai sebagai raja dengan karakter yang lemah dan mudah dipengaruhi. Serat Pararaton juga menyebut Raja Jayanegara dengan nama Kalagemet.
Sebutan ini lebih ditafsirkan sebagai memperolok-olok, karena Kalagemet sebenarnya mengandung arti sesuatu yang lemah.
Kala adalah binatang melata seperti Kalajengking, meski punya sengat tapi mudah dihabisi, Gemet (Gremet) artinya berjalan merayap.
Tentang aksi pemberontakan Ra Kuti, Gajah Mada melihatnya sebagai gerakan yang sangat berbahaya, karena dipimpin anggota Dharmaputera, yaitu pasukan khusus yang dibentuk Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit (1293-1309).
Kuti memberontak dengan tujuan hendak menggulingkan pemerintahan, karena menolak kepemimpinan Jayanegara di Majapahit.
Jayanegara yang menjadi Raja Majapahit menggantikan Raden Wijaya dianggap tidak berhak atas tahta Majapahit, karena hanya anak selir Raden Wijaya yang bernama Dara Petak.
Dara Petak, merupakan selir Raden Wijaya yang dibawa pasukan Singosari dari Kerajaan Darmasraya, Sumatera, sepulang dari Ekspedisi Pamalayu (1275-1286 M).
Karena itu, meski telah ditunjuk sebagai putra mahkota, namun karena bukan anak permaisuri, tapi selir, Jayanegara dianggap tidak berhak menduduki tahta Majapahit.
Nagara Kretagama menyebut isteri Raden Wijaya dari garis Kertanegara, raja terakhir Singosari, hanya 4 orang.