Keempat puteri Kertanegara yang dinikahi Raden Wijaya antara lain, Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri.
Tribhuwaneswari sebagai saudara tertua dipilih menjadi permaisuri. Sedangkan Paraton menyebut Raden Wijaya hanya mengawini dua orang putri Kertanegara.
Penobatan Jayanegara sebagai Raja Majapahit sepeninggal Raden Wijaya tahun 1309 M, memunculkan rasa tidak puas dari kalangan Dharmaputera.
Dharmaputra dalam Tafsir Sejarah Nagara Kretagama, Prof Slamet Mulyono, disebutkan sebagai pejabat tinggi yang memiliki kedudukan khusus di Majapahit.
Sedangkan dalam Serat Pararaton, Dharmaputra yang beranggotakan 7 orang disebut sebagai “pengalasan wineh suka” atau “pegawai istimewa yang disayangi raja”.
Ketujuh orang Dharmaputera yang dimaksud yaitu, Rakrian (Ra) Kuti, Ra Semi, Ra Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
Perlawanan dari kalangan elit Majapahit atas kepemimpinan Jayanegara ini dimotori oleh Ra Semi dan Ra Kuti. Perlawanan atau pemberontakan yang dilakukan Ra Semi diperkirakan terjadi antara tahun 1316 hingga 1318 Masehi, saat Raja Jayanegara menduduki tahta Majapahit pada tahun 1309-1328.
Ada dua versi kaitan dengan pemberontakan yang dilakukan Ra Semi. Versi pertama, Ra Semi yang merasa disingkirkan dari istana karena ditempatkan di Lasem, lalu melakukan perlawanan.
Sakit hati Ra Semi didasari karena penempatan pejabat yang semula menduduki posisi tinggi di kerajaan ke luar istana, sering dianggap sebagai bentuk penyingkiran.
Pararaton mencatat gerakan Ra Semi berhasil digagalkan oleh pasukan Majapahit dengan ditandai terbunuhnya Ra Semi.