Joko Mursodo meninggalkan ibunda tercintanya dan pengasuh setianya, Kinasih, di kampung halamannya yang sekarang dikenal dengan nama Bande Alit.
Selama dalam perjalanan, Joko Mursodo yang ketika itu baru berumur 7 tahun, sering berpapasan dengan binatang buas.
Namun begitu Joko Mursodo tidak sedikitpun menunjukkan rasa takut terhadap binatang buas yang ketika itu banyak berkeliaran.
Hingga pada suatu ketika sampailah Joko Mursodo di sebuah daerah yang tidak diketahui namanya. Di daerah itu Joko Mursodo bertemu dengan seorang laki-laki yang belakangan diketahui ternyata Wong Agung Wilis.
Pertemuan dua anak manusia yang tak lain bapak dan anak itu, tak pelak mengundang rasa haru orang yang berada di sekitarnya.
Mereka saling berpelukan erat sambil sesenggukan karena tak tahan menahan isak tangis. Agung Wilis yang mengetahui anak muda tersebut ternyata anaknya sendiri yang ketika terjadi perang masih dalam kandungan ibunya, tak mau melepas tubuh Joko Mursodo dari dekapannya.
Selanjutnya, sesaat setelah semuanya reda, Joko Mursodo dibawa ayahandanya ke istana Blambangan.
Sejak itulah Joko Mursodo tinggal di lingkungan istana Blambangan bersama ayahanda dan kakaknya yang bernama Sayu Wiwit.
Setelah beberapa tahun tinggal di Blambangan, Joko Mursodo yang sudah mulai menginjak remaja mulai teringat akan ibundanya yang ditinggalkan karena hendak mencari ayahandanya.