Terdorong Rasa Prihatin Atas Kesulitan yang Dihadapi Petani, Perempuan Tani HKTI Bertekad Rebut Kursi DPRD Jember

20230122 211154 e1674562303575
Yeti Gamiarsih, SE, Sekretaris Perempuan Tani HKTI Jember dan Bakal Calon Legislatif dari Partai NasDem

Jember.LONTARNEWS.COM. Bermula dari kerapnya melihat dan mendengar langsung kesulitan yang dikeluhkan petani, seorang perempuan dengan latarbelakang petani sekaligus penyedia (pemilik kios) pupuk di Desa Wonosari, Kecamatan Puger, bertekad maju dalam pemilihan calon anggota legislatif Kabupaten Jember. Alumni fakultas ekonomi Universitas Muhammadiyah Jember itu, berkeinginan kuat untuk membantu kesulitan petani, khususnya dalam pemenuhan ketersediaan pupuk sebagai kebutuhan utama untuk bercocok tanam.

Keinginan kuat untuk memperjuangkan kehidupan petani, ini tertanam kuat di dalam diri Yeti Gamiarsih, SE. Tidak hanya petani, perempuan berlatarbelakang petani sekaligus pemilik kios pupuk, ini juga akan memperjuangkan kepentingan nelayan.

Bacaan Lainnya

Tekad itu bisa dimengerti, karena selain berlatarbelakang sebagai petani, Yeti Gamiarsih, juga berasal dari daerah selatan, yang merupakan kawasan pesisir. Sebab itu, dia memilih dapil (daerah pemilihan) 5 sebagai tempat berkompetisi untuk meraih dukungan suara rakyat.

Lebih dari itu, dalam keseharian Yeti juga selalu berinteraksi dengan petani, bahkan juga nelayan, karena tempat tinggalnya memang tidak jauh dari kampung nelayan Puger. Dalam sektor pertanian, menurut Yeti, saat ini petani menghadapi persoalan yang cukup serius.

Ketersediaan pupuk yang menjadi tumpuan petani untuk menunjang keberhasilannya dalam bercocok tanam, sulit didapatkan. “Pupuk setiap tahun dibatasi bahkan dikurangi,” tukas Yeti Gamiarsih SE, bakal calon legislatif Partai NasDem dari Dapil 5, Kecamatan Puger, Gumukmas, Kencong dan Jombang.

Begitu pula mengenai pelaporannya, Yeti mengaku, saat ini semakin rumit, karena semuanya menggunakan sistem, laporan harus sesuai RDKK, tidak selisih. Jika terjadi selisih antara yang tertulis di tubes dengan yang di RDKK, misalnya ketelisut 1 ton, maka pihak penyedia pupuk harus mengganti yang nilainya dihitung sesuai harga pupuk non subsidi

“Misalnya yang ketelisut 20 sak, kita harus mengganti sebanyak itu dengan harga pupuk non subsidi. Jadi tinggal ngitung, misalnya harga pupuk non 500 ribu, tinggal mengalikan dengan dua puluh,” papar Sekretaris Perempuan Tani HKTI Jember itu.

Sebagai bagian dari kaum tani, Yeti yang juga Ketua DPC Asosiasi Pengusaha Bumiputera Nusantara Indonesia (Asprindo), Situbondo itu, setiap hari selalu bersama petani, baik di lahan maupun di kios pupuk. Karena setiap hari dekat dengan petani inilah yang menjadikan Yeti tahu persis persoalan yang dikeluhkan petani. “Kita tahu keluh kesahnya petani. Apa yang mereka rasakan saya juga merasakan, karena saya sendiri memang petani, selain juga sebagai penyalur pupuk,” ujarnya.

Dari pengetahuannya tentang kehidupan petani, Yeti termotivasi untuk melakukan sesuatu demi suatu perbaikan. “Mengapa saya mau ikut berkompetisi dalam pemilihan legislatif, karena saya tahu persis keluhan petani seperti apa. Kalau bukan kita yang memperjuangkan petani, lalu siapa lagi,” tegasnya.

Dikatakan, bahwa persoalan yang dihadapi petani pada dasarnya bukanlah hal yang baru. Tapi masalah lama yang sampai sekarang tak kunjung ada penyelesaiannya.

“Intinya saya ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil, terutama petani dan nelayan, termasuk masyarakat kecil lainnya,” akunya.

Mengenai persoalan pupuk yang dikeluhkan petani, jika harganya mau dinaikkan, dinilainya tidak ada masalah, petani tetap akan membeli. Demikian pula jika pupuk subsidi mau ditiadakan, diyakini petani tetap mau menerima.

Hanya saja yang perlu menjadi perhatian, ketika pupuk subsidi dihapuskan dan harganya dinaikkan, harga hasil bumi yang diproduksi petani harus disesuaikan. Perbaikan harga hasil panen ini bisa dilakukan dengan cara mengalihkan subsidi pupuk ke subsidi hasil panen.

Begitu pula mengenai harga pupuk non subsidi, Yeti menyarankan pemerintah bisa melakukan penyetaraan. Karena jika tidak, maka akan terjadi persaingan bisnis.

“Saya tahu persis keluh kesah petani, karena saya sendiri petani. Waktu ngirim ke sawah, ya ngirim. Kadang saya juga ikut membantu mereka (buruh tani,red), misalnya nyiram tembakau, ya saya ikut bantu nyiram. Gak hanya jadi mandor karena merasa pemilik sawah,” ungkapnya

Selain ingin membantu kesulitan petani, Yeti mengaku, juga mendorong kemajuan sektor pertanian, khususnya di Jember. Dalam pandangannya, petani itu keren, karena bisa menyediakan pangan untuk orang se Indonesia, bahkan dunia.

“Kalau gak ada petani, siapa yang akan menyiapkan pangan bagi milyaran orang sedunia. Tidak ada selain petani. Petani bangun pagi langsung ke sawah, tidak kenal lelah, tidak takut petir, mereka tetap bekerja di sawah hanya untuk memproses pangan kita. Itulah kehidupan seorang petani yang patut kita perjuangkan,” imbuhnya. (wan).

Pos terkait