Pembentukan BKR tidak hanya dilakukan di pusat, tapi juga dilakukan sampai ke daerah kabupaten, kawedanan, kecamatan, hingga desa.
Struktur organisasi BKR yang dibentuk, mengikuti prototipe keorganisasian PETA yang pernah berdiri pada masa pemerintahah pendudukan Jepang.
Di Karesidenan Besuki, yang merupakan bagian dari Republik Indonesia, juga dilakukan pembentukan BKR, bahkan sampai dua resimen, dengan masing-masing membawahi beberapa batalyon.
BKR Resimen 1, yang meliputi Bondowoso, Situbondo dan Panarukan, di bawah pimpinan Ki Tahiroedin Tjokroatmodjo, membawahi:
• Batalyon Musjarfa di daerah Situbondo.
• Batalyon Soedirman di daerah Kolok/Arjasa, Situbondo.
• Batalyon Soekardjo, di Prajekan.
• Batalyon Magenda, di daerah Bondowoso.
BKR Resimen II, yang meliputi Kabupaten Jember dan Banyuwangi, di bawah pimpinan Soewito Kartosoedarmo, berpusat di Jember, membawahi:
• Batalyon Moch Sroedji, di Kencong, Jember.
• Batalyon Soerodjo, di Jember.
• Batalyon Istiklah, di daerah Banyuwangi.
• Batalyon Soepono Djiwotaroeno, di Banyuwangi.
• Kompi Meriam, Syafioedin, di Balung.
Tugas dari BKR, selain menjaga keamanan, juga memelihara ketertiban umum, melucuti senjata tentara Jepang, serta membantu pemerintahan umum di daerah masing-masing.
Tanggal 5 Oktober 1945, keluarnya maklumat tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), menjadikan Badan Keamanan Rakyat (BKR) berubah menjadi TKR.
Di Karesidenan Besuki, BKR Resimen I berubah menjadi TKR Resimen III/Divisi VIII, dan BKR Resimen II, berubah menjadi TKR Resimen IV/Divisi VIII.
Tanggal 7 Januari, setelah dilakukan penyatuan terhadap semua kekuatan bersenjata yang berasal dari rakyat, kepanjangan TKR yang semula Tentara Keamanan Rakyat berubah menjadi Tentara Keselamatan Rakyat.
Resimen III/TKR/Divisi VIII, berkedudukan di Bondowoso di bawah pimpinan Kolonel Ki Tahiroedin Tjokroatmodjo sebagai Komandan Resimen, dan Mayor Prajoedi Atmosoedirjo, sebagai Kepala Staf.