Dan selama itu pula semangat Suwardi Suryaningrat untuk memajukan bangsanya melalui dunia pendidikan semakin terasah.
Status pengasingan yang dikenakan kepada Suwardi Suryaningrat baru dicabut pada bulan Juli 1918. Sedangkan Doewes Dekker status pengasingannya dicabut pada bulan Agustus 1917 dan pengasingan dr Tjipto Mangoenkoesoemo bulan Juli 1914.
Sekembalinya ke Indonesia setelah menjalani pengasingan di Negeri Belanda, pada bulan September 1919, Suwardi Suryaningrat bergabung dalam sekolah binaan saudaranya.
Sementara Belanda sendiri tidak menyadari, pengasingan yang dilakukannya terhadap Suwardi Suryaningrat, akibat dari tulisannya yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’ telah memunculkan semangat baru dalam perjuangan memajukan pendidikan bagi pribumi Indonesia.
Hingga pada akhirnya, pengalaman mengajar yang didapat dari sekolah binaan saudaranya, di kemudian hari oleh Suwardi Suryaningrat digunakan untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang didirikannya pada tanggal 3 Juli 1922, yaitu Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.