Brigade Damarwulan, Pasukan di Ujung Timur Pulau Jawa dalam Kancah Perang Kemerdekaan

Letkol Moch Sroedji, Komandan Brigade III Damarwulan, dan Letkol dr R Soebandi, Residen Militer Karesidenan Besuki.

Demikian juga saat Agresi Militer Belanda II, pasukan dari kesatuan ini melakukan perlawanan habis-habisan atas ambisi Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia, khususnya wilayah timur Jawa Timur.

Pada pertempuran yang menurut versi Belanda sebagai Aksi Polisionil atau Operasi Product ini, mengakibatkan gugurnya dua pimpinan Brigade III Damarwulan, Letkol Moch Sroedji dan Letkol R dr Soebandi (Residen Militer Karesidenan Besuki),

Bacaan Lainnya

Keduanya gugur saat melakukan macht vertoon (unjuk kekuatan) kepada militer Belanda, yang telah memengaruhi masyarakat, dengan mengatakan bahwa TNI sudah tidak ada (bubar). Peristiwa itu terjadi di Desa Karang Kedawung, Mumbulsari, Jember, sepulang dari hijrah, pada 8 Pebruari 1949.

Mayor Syafioedin (pangkat terakhir Brigjen) mantan Komandan BN 25 Brigade III Damarwulan

Di Kabupaten Jember, sumbangsih yang diberikan Brigade III Damarwoelan, selain bergerak langsung melakukan penyerangan ke pos-pos Belanda, juga menggerakkan masyarakat untuk ikut berjuang.

Salah satunya dilakukan melalui pembentukan Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling, yang tugasnya mencuri senjata di pos-pos atau tempat penyimpanan senjata Belanda.

Barisan Pasukan Maling atau Brigade Maling ini dikomandani oleh seorang tokoh agama, Kiai Mukhtar dari Rowotengu, Tanggul (sekarang masuk wilayah desa Sidomulyo, Kecamatan Semboro).

Brigade III Damarwoelan sendiri, sepeninggal Letkol Moch Sroesji, tongkat komando diteruskan Mayor Imam Soekarto, sebelum akhirnya digantikan oleh Letkol A Rifai.(dna).

Loading

Pos terkait