Gajah Mada hanya berjanji, permintaan Arya Tadah itu baru bisa dipenuhi jika sudah menyelesaikan tugasnya memadamkan perlawanan Sadeng.
“Seganlah saya. Jika nanti sepulang dari Sadeng, saya baru mau. Maafkanlah segala kesalahan saya. Mudah – mudahan saya bisa,” ucap Gajah Mada, sebagaimana tertulis dalam Serat Pararaton.
“Baiklah anakku, dalam segala kesulitan kau akan saya bantu,” jawab Arya Tadah.
Hingga tiba saatnya Gajah Mada harus berangkat ke Sadeng untuk memadamkan pemberontakan yang terjadi di pesisir Laut Selatan itu (kawasan Jember selatan).
Namun alangkah kagetnya Gajah Mada, ternyata tugas untuk memadamkan aksi pemberontakan Sadeng yang dipimpin mantan Panglima Perang Majapahit, Wirota Wiragati, sudah didahului Ra Kembar.
Tak pelak, kabar tentang Ra Kembar yang mendahului Gajah Mada untuk menumpas pemberontakan Sadeng ini membuat para petinggi istana Majapahit marah.
Patih Amangkubumi, Arya Tadah lalu mengirim utusan seorang mantra bersama 30 orang untuk mencegah Kembar dan pasukannya agar tidak menyerang Sadeng terlebih dahulu.
Utusan itupun berangkat menuju Sadeng. Saat tiba di di Sadeng, para utusan mendapati Ra Kembar sedang duduk di atas batang kayu, layaknya orang mengendarai kuda, sambil tangannya membawa cemeti.