Adalah Sultan Agung Adi Prabu Anyokrokusumo, yang mengupayakan terciptanya suatu penanggalan baru di Tanah Jawa.
Raja Ketiga Kesultanan Mataram, itu menginginkan ada penanggalan yang selaras dengan hari-hari besar Islam maupun perayaan adat kraton.
Pembuatan penanggalan baru yang dimaksud oleh Sultan Agung, harus berbeda dengan kalender yang sudah biasa digunakan sebelumnya, yakni Kalender Saka.
Kalender baru ini dianggap penting, mengingat masyarakat dan pemerintahan Mataram yang ketika itu sudah menjadi Islam, kerap menghadapi kesulitan ketika hendak melaksanakan kegiatan hari besar Islam maupun perayaan adat.
Mengapa begitu? Karena pedoman yang digunakan pemeluk Islam maupun kraton dalam melaksanakan kegiatan keagamaan adalah Kalender Hijriah.
Dalam Kalender Hijriah, perputaran waktunya didasarkan pada pergerakan bulan, sedang Kalender Saka mengikuti perputaran matahari.
Inilah yang kemudian memaksa Sultan Agung untuk membuat kalender baru agar kegiatan keagamaan Islam maupun perayaan adat yang dilaksanakan masyarakat dan pihak kraton bisa berjalan selaras.
Pembuatan penanggalan baru oleh Sultan Agung sebagai perpaduan kalender Saka dan Hijriah, pada hari Jumat Legi, bertepatan dengan pergantian tahun baru Saka 1555, bersamaan tahun baru Hijriah 1 Muharam 1043 H atau 8 Juli 1633 M.
Penanggalan baru yang dibuat Sultan Agung tidak mengganti tahun Saka 1555 menjadi tahun 1, tetapi meneruskan dengan beberapa penyesuaian.