Bandara Noto Hadinegoro Kini Kantongi Sertifikat Permanen

IMG 20200424 105246

IMG 20200424 105246

LONTARNEWS.COM. I. Jember – Seiring semakin lengkapnya fasilitas yang dimiliki, kini Bandara Noto Hadinegoro, Jember, mengantongi sertifikat bandar udara (SBU) permanen. SBU permanen yang dikeluarkan Dirjen Perhubungan Udara pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI itu tertanggal 10 April ini, dengan masa berlaku tiga tahun kedepan, hingga 2023.

“Saat ini Bandara Noto Hadinegoro yang kita cintai dan kita banggakan bersama sudah memiliki sertifikat bandar udara yang sifatnya permanen,” ungkap Hadi Mulyono, Kepala Dinas Perhubungan, Kamis (23/04/2020).

Diakui, terkait SBU ini, sempat mendapat sorotan tajam publik Jember karena dinilai sidah mati sejak Maret 2018. Matinya SBU ini dinilai akibat dari kelalaian pihak dishub.

“Sejatinya tidak ada kelalaian, karena sebelumnya telah mengajukan permohonan. Tapi, ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi untuk menerbitkan SBU itu, sehingga membutuhkan proses,” ungkapnya.

Kekurangan persyaratan tersebut kemudian diupayakan pada tahun 2019. Hingga dari hal ini sempat terbit dua kali SBU yang sifatnya sementara.

Seiring beroperasinya bandara dengan SBU sementara, Dishub Kabupaten Jember kemudian meminta fasilitasi Kemenhub guna pemenuhan persyaratan mendapatkan SBU permanen. Dari fasilitasi tersebut, Pemkab Jember kemudian mengajukan kembali permohonan SBU dengan menyertakan berbagai kelengkapan persyaratan.

Pada Januari 2020, tim Kemenhub melakukan verifikasi persyaratan tersebut. Tim verifikasi juga melakukan assessment untuk kelengkapan persyaratan.

Beberapa kelengkapan persyaratan yang telah dipenuhi untuk mendapatkan SBU itu diantaranya kelembagaan bandara berupa unit pelaksana teknis, stadar operasional bandara, sistem keselamatan, dan sistem penanganan darurat. Termasuk membayar penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

“Ke depan, kami tetap semangat bersama bupati agar bandara menjadi bandara embarkasi antara umroh dan haji. Kami upaya ke sana,” terangnya. Kemenhub juga telah memberikan rekomendasi agar rencana tersebut terwujud.

Kepala UPT Bandara Noto Hadinegoro, Edi Nabire, menambahkan, sebelum terjadi wabah covid-19, penerbangan berjalan normal. Terbang setiap hari dengan rata-rata penumpang tujuh puluh persen.

Setelah terjadi wabah Covid-19, penerbangan mulai dikurangi akibat berkurangnya penumpang. “Untuk rincian penebangan, hanya hari Jumat dan Minggu. Itupun dalam beberapa minggu terakhir tidak melakukan penerbangan, karena tidak ada penumpang,” jelasnya.

Semua tergantung penumpang. Apabila penumpang memenuhi persyaratan untuk terbang, maka maskapai akan melakukan penerbangan.

Apabila tidak memenuhi persyaratan, maskapai tidak akan melakukan penerbangan. Maskapai menarget minimal 50 persen penumpang dari 70 kursi, untuk bisa terbang. (*)

Loading