Kedatangan Carik Wicaksono di tempat tersebut untuk menemui Lurah Bintoro. Kepada Lurah Bintoro, Carik Wicaksono menceritakan perihal ulah kurang ajar Lurah Abilowo terhadap Sutinah, setelah Lurah Bintoro dibawa dan ditahan Belanda.
Mendengar cerita dari Carik Wicaksono, wajah Lurah Bintoro seketika memerah, dan langsung memilih kabur dari kamp konsentrasi pembuatan jembatan Porong untuk mencari Lurah Abilowo.
Tak pelak, setelah keduanya bertemu, dua pendekar yang sebenarnya masih satu guru dan satu wejangan, itu bertarung dan sama-sama menunjukkan kesaktiannya.
Lurah Bintoro yang dikenal akan kesaktiannya tidak bisa dilukai oleh pelor senjata Belanda. Tubuh Lurah Bintoro baru bisa terluka kalau yang melakukan Lurah Abilowo, karena keduanga sama-sama mengetahui kelemahannya (pengapesan).
Benar saja, dalam pertarungan yang tidak seimbang, dikeroyok Lurah Abilowo dan Carik Bargowo, akhirnya Lurah Bintoro terluka.
Dalam kondisi terluka parah, Lurah Bintoro mencoba tetap bertahan, dan berteriak lantang memanggil dua orang yang dicintainya, isteri dan anaknya.
“Sutinah…Sutinah…Joko Sambang…bapakmu ini lho nak,” teriak Lurah Bintoro menggelegar bersama hembusan angin.
Teriakan itu terdengar jelas di kejauhan, hingga memekakkan telinga Joko Sambang yang tengah memacu kudanya untuk mencari bapaknya.