Pupuh 50
1. Tersebut Baginda Raja berangkat berburu. Berlengkap dengan senjata, kuda dan kereta. Dengan bala ke hutan Nandawa, rimba belantara. Rungkut rimbun penuh gelagah rumput rampak.
2. Bala bulat beredar membentuk lingkaran. Segera siap kereta berderet rapat. Hutan terkepung, terperanjat kera menjerit. Burung ribut beterbangan berebut dulu.
3. Bergabung sorak orang berseru dan membakar. Gemuruh bagaikan deru lautan mendebur. Api tinggi menyala menjilat udara. Seperti waktu hutan Kandawa terbakar.
4. Lihat rusa-rusa lari lupa daratan. Bingung berebut dahulu dalam rombongan. Takut miris menyebar, ingin lekas lari malah menengah berkumpul tumpuk timbun.
5. Banyaknya bagai benteng di dalam Gobajra. Penuh sesak bagai lembu di Wresabapura. Celeng, banteng, rusa, kerbau, kelinci, biawak, kucing, kera, badak dan lainnya.
6. Tertangkap segala binatang dalam hutan. Tak ada yang menentang, semua bersatu. Srigala gagah, yang bersikap tegak-teguh. Berunding dengan singa sebagai ketua.
Pupuh 51
1. Izinkanlah saya bertanya kepada raja satwa. Sekarang raja merayah hutan, apa yang diperbuat? Menanti mati sambil berdiri ataukah kita lari Atau tak gentar serentak melawan, jikalau diserang?
2. Seolah-olah demikian kata serigala dalam rapat. Kijang, kasuari, rusa dan kelinci serempak menjawab: “Hemat patik, tidak ada jalan lain kecuali lari. Lari mencari keselamatan diri sedapat mungkin.”
3. Banteng, kerbau, lembu serta harimau serentak berkata: “Amboi! Celaka bang kijang, sungguh binatang hina lemah. Bukanlah sifat perwira lari atau menanti mati. Melawan dengan harapan menang, itulah kewajiban.”
4. Jawab singa: “Usulmu berdua memang pantas diturut. Tapi harap dibedakan yang dihadapi baik atau buruk. Jika penjahat, terang kita lari atau kita lawan. Karena sia-sia belaka jika mati terbunuh olehnya.
5. Jika kita menghadapi tripaksa, resi Siwa-Budha seyogyanya kita ikuti saja jejak sang pendeta. Jika menghadapi raja terburu, tunggu mati saja.
Tak usah engkau merasa enggan menyerahkan hidupmu.
6. Karena raja berkuasa mengakhiri hidup makhluk, Sebagai titisan Bhatara Siwa berupa narpati. Hilang segala dosanya makhluk yang dibunuh beliau. Lebih utama daripada terjun ke dalam telaga.
7. Siapa diantara sesame akan jadi musuhku? Kepada Tripaksa aku takut, lebih utama menjauh. Niatku jika berjumpa raja, akan menyerahkan hidup. Mati olehnya, tak akan lagi bagai binatang.”
Pupuh 52
1..Bagaikan katanya: “Marilah berkumpul!” Kemudian serentak maju berdesak. Prajurit darat yang terlanjur langkahnya tertahan tanduk satwa, lari kembali.
2. Tersebut adalah prajurit berkuda. Bertemu celeng sedang berdesuk kumpul. Kasihan! Beberapa mati terbunuh dengan anaknya dirayah tak berdaya.
3. Lihatlah celeng jalang maju menerjang. Berempat, berlima, gemuk, tinggi, marah, buas membekos-bekos, matanya merah liar dahsyat, saingnya seruncing golok.
Pupuh 53
1. Tersebut pemburu kijang rusa riuh seru menyeru. Ada satu yang tertusuk tanduk, lelah lambat jalannya. Karena luka kakinya, darah deras meluap-luap. Lainnya mati terinjak-injak, menggelimpang kesakitan.
2. Bala kembali berburu, berlengkap tombak serta lembing. Berserak kijang rusa di samping bangkai bertumpuk timbun. Banteng serta binatang galak lainnya bergerak menyerang. Terperanjat bala raja bercicir lari tunggang langgang.
3. Ada yang lari berlindung di jurang, semak, kayu rimbun. Ada yang memanjat pohon, ramai mereka berebut puncak. Kasihanilah yang memanjat pohon tergelincir ke bawah! Betisnya segera diseruduk dengan tanduk, pingsanlah!
4. Segera kawan-kawan datang menolong dengan kereta. Menombak, melembing, menikam, melanting, menjejak-jejak. Karenanya badak mundur, meluncur berdebak gemuruh. Lari terburu, terkejar; yang terbunuh bertumpuk timbun.
5. Ada pendeta Siwa-Budha yang turut menombak, mengejar disengau harimau, lari diburu binatang mengancam. Lupa akan segala darma, lupa akan tata sila, turut melakukan kejahatan, melupakan darmanya.
Pupuh 54
1. Tersebutlah baginda telah mengendarai kereta kencana. Tinggi lagi indah ditarik lembu yang tidak takut bahaya. Menuju hutan belantara, mengejar buruan ketakutan. Yang menjauhkan diri lari bercerai-berai meninggalkan bangkai.
2. Celeng, kaswari, rusa, dan kelinci tinggal dalam ketakutan. Baginda berkuda mengejar yang riuh lari bercerai-berai. Menteri, tanda, dan pujangga di punggung kuda turut memburu. Binatang jatuh terbunuh, tertombak, terpotong, tertusuk, tertikam.
3. Tanahnya luas lagi rata, hutannya rungkut, di bawah terang. Itulah sebabnya kijang dengan mudah dapat diburu kuda. Puaslah hati baginda, sambil bersantap dihadap pendeta. Bercerita tentang caranya berburu, menimbulkan gelak tawa.
Pupuh 55
1. Terlangkahi betapa narpati sambil berburu menyerap sari keindahan. Gunung dan hutan, kadang-kadang kepayahan kembali ke rumah perkemahan. Membawa wanita seperti cengkerama; di hutan bagai menggempur Negara. Tahu kejahatan satwa, beliau tak berdosa terhadap darma ahimsa.
2. Tersebutlah beliau bersiap akan pulang, rindu kepada keindahan pura. Tatkala subakala berangkat menuju Banyu Hanget, Banir dan Talijungan. Bermalam di Wedwawedan, siangnya menuju Kuwarahan, Celong dan Dadamar. Garuntang, Pagar Telaga, Pahanjangan, sampai disitu perjalanan beliau.
3. Siangnya perjalanan melalui Tambak, Rabut, Wayuha terus ke Belanak. Menuju Pandakan, Banaragi, sampai Pandamayan beliau lalu bermalam. Kembali ke Selatan, ke Barat menuju Jejawar di kaki gunung berapi. Disambut penonton bersorak gembira, menyekar sebentar di candi makam.
Pupuh 56
1. Adanya candi makam tersebut sudah sejak zaman dahulu. Didirikan oleh Sri Kertanegara, moyang baginda raja. Di situ hanya jenazah beliau saja yang dimakamkan. Karena beliau dulu memeluk dua agama Siwa-Budha.
2. Bentuk candi berkaki Siwa, berpuncak Budha, sangat tinggi. Didalamnya terdapat arca Siwa, indah tak dapat dinilai. Dan arca Maha Aksobhya bermahkota tinggi tak bertara. Namun telah hilang; memang sudah layak, tempatnya di nirwana.
Pupuh 57
1. Konon kabarnya tepat ketika arca Hyang Aksobya hilang. Ada pada Baginda guru besar, masyhur, pada Paduka. Putus tapa, sopan suci penganut pendeta Sakyamuni. Telah terbukti bagai mahapendeta, terpundi sasantri.
2. Senang berziarah ke tempat suci, bermalam di candi. Hormat mendekati Hyang arca suci, khidmat berbakti sembah. Menimbulkan iri di dalam hati pengawas candi suci. Ditanya, mengapa berbakti kepada arca dewa Siwa.
3. Pada Paduka menjelaskan sejarah candi makam suci. Tentang adanya arca Aksobya indah, dahulu di atas. Sepulangnya kembali lagi ke candi menyampaikan bakti, kecewa! Tercengang memandang arca Maha Aksobya hilang.
4. Tahun Saka Api Memanah Halilintar (1253) itu hilangnya arca. Waktu hilangnya halilintar menyambar candi ke dalam. Benarlah kabaran pendeta besar bebas dari prasangka. Bagaimana membangun kembali candi tua terbengkalai?
5. Tiada ternilai indahnya, sungguh seperti surge turun. Gapura luar, mekala serta bangunanya serba permai. Hiasang di dalamnya nagapuspa yang sedang berbunga. Disisinya lukisan puteri istana berseri-seri.
6. Sementara Baginda girang cengkrama menyerap pemandangan. Pakis berserak di tengah tebar bagai bulu dada. Ketimur arahnya dibawah terik matahari, Baginda meninggalkan candi, pekalongan girang ikut jurang curam.
Pupuh 58
1. Tersebut dari Jajawa Baginda berangkat ke Desa Padameyan. Berhenti di Cunggrang, mencari pemandangan, masuk hutan rindang. Kea rah asrama para pertapa di lereng kaki gunung menghadap jurang. Luang jurang ternganga-nganga ingin menelan orang yang memandang.
2. Habis menyerap pemandangan, masih pagi kereta telah siap. Ke Barat arahnya menuju gunung melalui jalannya dahulu. Tiba di penginapan Japan, barisan tentara datang menjemput. Yang tinggal di pura iri kepada yang gembira pergi menghadap.
3. Pukul tiga itulah waktu baginda bersantap bersama-sama. Paling muka duduk baginda, lalu dua paman berturut tingkat. Raja Matahun dan Paguhan bersama permaisuri agak jauhan di sisi Sri Baginda; terlangkahi betapa lamanya bersantap.
Pupuh 59
1. Paginya pasukan kereta Baginda berangkat lagi. Sang pujangga menyidat jalan ke Rabut, Tugu, Pengiring. Singgah di Pahyangan, menemui kelompok sanak kadang. Dijamu sekadarnya, karena kunjungannya mendadak.
2. Banasara dan Sangkan Adoh telah dilalui. Pukul dua Baginda telah sampai di perbatasan kota. Sepanjang jalan berdesuk-desuk, gajah, kuda, pedati, kerbau, banteng dan prajurit darat sibuk berebut jalan.
3. Teratur rapi mereka berarak di dalam deretan. Narpati Pajang, permaisuri dan pengiring paling muka. Di belakangnya, tidak jauh , berikut narapati Lasem. Terlampau indah keretanya, menyilaukan yang memandang.
4. Rani Daha, Rani Wengker semuanya urut belakang. Disusul rani Jiwana bersama laki dan pengiring. Bagai penutup kereta Baginda serombongan besar. Diiringi beberapa ribu oerwira dan para menteri.
5. Tersebutlah orang yang rapat tampak menambak tepi jalan. Berjejal ribut menanti kereta Baginda berlintas. Tergopoh-gopoh perempuan ke pintu berebut tempat. Malahan ada yang lari telanjang lepas sabuk lainnya.
6. Yang jauh tempatnya, memanjat kekayu berebut tinggi. Duduk berdesak-desakan di dahan, tak pandang tua muda. Bahkan ada juga yang memanjat batang kelapa kuning. Lupa malu dilihat orang, karena terpekur memandang.
7. Gemuruh dengung gong menampuk Sri Baginda raja datang. Terdiam duduk merunduk segenap orang di jalanan. Setelah raja lalu, berarak pengiring di belakang. Gajah, kuda, keledai, kerbau berduyun beruntun-runtun.
Pupuh 60
1. Yang berjalan rampak berarak-arak. Barisan pikulan berjalan belakang. Lada, kesumbu, kapas, buah kelapa, buah pinang, asam dan wijen terpikul.
2. Di belakangnya oemikul barang berat. Sengkeyegan lambat berbimbingan tangan kanan menuntun kirik dan kiri genjik. Dengan ayam itik di keranjang merunduk.
3. Jenis barang terkumpul dalam pikulan. Buah kecubung, rebung, slundang, cempaluk, nyiru, kerucut, tempayan, dulang, periuk gelaknya seperti hujan panah jatuh.
4. Tersebut Baginda telah masuk pura. Semua bubar ke rumah masing-masing. Ramai bercerita tentang hal yang lalu. Membuat girang semua sanak kadang.
Pupuh 61
1. Waktu lalu; Baginda tak lama di istana. Tahun saka dua gajah bulan (1282) Badrapada, beliau berangkat menuju Tirib dan Sempur. Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan.
2. Tahun saka tiga badan dan bulan (1283) Waisaka, baginda raja berangkat menyekar ke Palah. Dan mengunjungi Jumble untuk menghibur hati. Di Lawang Wentar, Blitar menentramkan cita.
3. Dari Blitar ke selaan jalannya mendaki. Puhonnya jarang, layu lesu kekurangan air. Sampai Lodaya bermalam beberapa hari. Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai.
4. Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping. Ingin memperbaiki candi makam leluhur. Menaranya rusak, dilihat miring ke barat. Perlu ditegakkan kembali agak ke timur.
Pupuh 62
1. Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasasti, yang dibaca lagi. Diukur panjang lebarnya; disebelah timur sudah ada tugu asrama gurung-gurung diambil sebagai denah candi makam. Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara.
2. Waktu pulang mengambil jalan Jukung, Jnyanabadra terus ke timur. Berhenti di Bajralaksmi dan bermalam di candi Surabawana. Paginya berangkat lagi, berhenti di Bekel, sore sampai pura. Semua pengiring bersowang sowing pulang ke rumah masing-masing.
Pupuh 63
1. Tersebut paginya Sri Naranata dihadapan para menteri semua. Dimuka para Arya, lalu Pepatih, duduk teratur di Manguntur. Patih
Amangkubumi Gadjah Mada tampil ke muka sambil berkata: “Baginda akan melakukan kewajiban yang tak boleh diabaikan”.
2. Atas perintah Sang Rani Sri Tribuwana Wijayatunggadewi, supaya pesta Serada Sri Rajapatni dilangsungkan Sri Baginda. Di istana pada tahun saka bersirah empat (1284) bulan Badrapada. Semua pembesar dan wredda menteri diharap memberi sumbangan.”
3. Begitu kata sang patih dengan ramah, membuat gembira Baginda. Sorenya datang para pendeta, para budiman, sarjana dan menteri yang dapat pinjaman tanah dengan Ranadiraja sebagai kepala. Bersama-sama membicarakan biaya di hadapan Sri Baginda.
4. Tersebutlah sebelum bulan Badrapada menjelang surutnya Srawana. Semua pelukis berlipat giat menghias “tempat singa” di setinggil. Ada yang mengetam baik makanan, bokor-bokoran, membuat arca. Pandai emas dan perak turut sibuk bekerja membuat persiapan.
Pupuh 64
1. Ketika saatnya tiba, tempat telah teratur sangat rapi. Balai Witana terhias indah, dihadapan rumah-rumahan. Satu diantaranya berkaki batu karang, bertiang merah. Indah dipandang, semua menghadap kea rah tahta Baginda.
2. Barat, mandapa dihias janur rumbai, tempat duduk para raja. Utara, serambi dihias berlapis ke timur, tempat duduk. Para isteri, pembesar, menteri dan pujangga, serta pendeta. Selatan, beberapa serambi berhias bergas untuk abdi.
3. Demikian persiapan Sri Baginda memuja Budha Sakti. Semua pendeta Budha berdiri dalam lingkaran bagai saksi. Melakukan upacara, dipimpin oleh pendeta Stapaka. Tenang, sopan, budiman faham tentang sastra tiga tantra.
4. Umumnya melintasi seribu bulan, masih belajar tutur. Tubuhnya sudah rapuh, selama upacara harus dibantu. Empu dari Paruh selaku pembantu berjalan di lingkaran. Mudra, tantra, dan japa dilakukan tepat menurut aturan.
5. Tanggal dua belas nyawa dipanggil dari surge dengan doa. Disuruh kembali atas doa dan upacara yang sempurna. Malamnya memuja arca bunga bagai penampung jiwa mulia. Dipimpin Dang Acarya, mengheningkan cipta, mengucapkan puja.
Pupuh 65
1. Pagi purnamakala arca bunga dikeluarkan untuk upacara/Gemuruh disambut dengan dengung salung, tambur, terompet serta gendering. Didudukkan diatas singgasana, besarnya setinggi orang berdiri. Berderet beruntun-runtun semua pendeta tua muda memuja.
2. Berikut para raja, parameswari dan putera mendekati arca. Lalu patih dipimpin Gadjah Mada maju ke muka berdatangan sembah. Para bupati pesisir dan pembesar daerah dari empat penjuru. Habis berbakti sembah, kembali mereka semua duduk rapi teratur.
3. Sri Nata Paguhan paling dahulu menghaturkan sajian makanan sedap. Bersusun timbun seperti pohon dan sirih bertutup kain sutera. Persembahan raja Matahun arca banteng putih seperti lembu Nandini. Terus menerus memuntahkan harta dan makanan dari mulutnya.
4. Raja wengker mempersembahkan sajian berupa rumah dengan taman bertingkat. Disertai penyebaran harta di lantai balai besar berhambur-hamburan. Elok persembahan raja Tumapel berupa perempuan cantik manis dipertunjukkan selama upacara untuk menharu-rindukan hati.
5. Paling hebat persembahan Sri Baginda berupa gunung besar Mandara. Digerakkan oleh sejumlah dewa dana danawa dhsyat menggusarkan pandang. Ikan lembora besar berlembak-lembak mengebaki kolam bujur lebar. Bagaikan sedang mabuk diayun gelombang ditengah-tengah lautan besar.
6. Tiap hari persajian makanan yang dipersembahkan dibagi-bagi. Agar para wanita, menteri, pendeta dapat makanan sekenyangnya. Tidak terlangkahi para ksatria, arya dan abdi di pura. Tak putusnya makanan sedap nyaman diedarkan kepada bala tentara.
Pupuh 66
1. Pada hari keenam pagi Sri Baginda bersiap mempersembahkan persajian. Pun para ksatria dan pembesar mempersembahkan rumah-rumahan yang terpikul. Dua orang pembesar mempersembahkan perahu yang melukiskan kutipan kidung. Seperahu sungguh besarnya, diiringi gong dan bubar mengguntur menggembirakan.
2. Esoknya Patih Mangkubumi Gadjah Mada sore-sore menghadap sambil menghaturkan persajian. Berbagai ragamnya, berduyun-duyun, ada yang berupa perahu, gunung, rumah, ikan…
3. Sungguh-sungguh mengagumkan persembahan Baginda raja pada hari yang ketujuh. Beliau menabur harta, membagi-bagi bahan pakaian dan hidangan makanan. Luas merata kepada empat kasta, dan terutama kepada para pendeta. Hidangan jamuan kepada pembesar abdi dan niata mengalir bagai air.
4. Gemeruduk dan gemuruh para penonton dari segenap arah, berdesak-sesak. Ribut berebut tempat melihat peristiwa di balai agung serta pura leluhur. Sri Nata menari di balai Witana khusus untuk para puteri dan para istri. Yang duduk rapat rapi berimpit, ada yang ngelamun karena tercengang memamndang.
5. Segala macam kesenangan yang menggembirakan hati rakyat diselenggarakan. Nyanyian, wayang, topeng silih berganti setiap hari dengan paduan suara. Tari perang prajurit, yang dahsyat berpukul-pukulan, menimbulkan gelak mengakak. Terutama derma kepada orang yang menderita membangkitkan gembira rakyat.
Pupuh 67
1. Pesta serada yang diselenggarakan serba meriah dan khidmat. Pasti membuat gembira jiwa Sri Rajapatni yang sudah mangkat. Semoga beliau melimpahkan berkat kepada Baginda raja. Sehingga jaya terhadap musuh selama ada bulan dan surya.
2. Paginya pendeta Budha datang menghormati, memuja dengan sloka. Arwah Prajnyaparamita yang sudah berpulang ke Budhaloka. Segera arca bunga diturunkan kembali dengan upacara. Segala macam makanan dibagikan kepada segenap abdi.
3. Lodang lega rasa Baginda melihat perayaan langsung lancer. Karya yang masih menunggu, menyempurnakan candi di Kamal Pandak. Tanahnya telah disucikan tahun dahana tujuh surya (1274) dengan persajian dan puja kepada Brahma oleh Jnyanawidi.
Pupuh 68
1. Demikian sejarah Kamal menurut tutur yang dipercaya. Dan Sri Nata Panjalu di Daha, waktu bumi Jawa dibelah karena cinta raja Erlangga kepada kedua puteranya.
2. Ada pendeta Budhamajana putus dalam tantra dan yoga. Diam di tengah kuburan Lemah Cittra, jadi pelindung rakyat. Waktu ke Bali berjalan kaki, tenang menapak di air lautan. Hyang Mpu Barada nama beliau, faham tentang tiga zaman.
3. Girang beliau menyambut permintaan Erlangga membelah Negara. Tapal batas Negara ditandai air kendi, mancur dari langit. Dari barat ke timur sampai laut; sebelah utara, selatan. Yang tidak jauh, bagaikan dipisahkan oleh samudera besar.
4. Turun dari angkasa sang pendeta berhenti di pohon asam. Selesai tugas kendi suci ditaruhkan di dusun Palungan. Marah terhambat pohon asam tinggi yang puncaknya mengait jubah. Mpu Barada terbang lagi, mengutuk asam agar jadi kerdil.
5. Itulah tugu batas gaib yang tidak akan mereka lalui. Itu pula sebabnya dibangun candi, memadu Jawa lagi. Semoga baginda serta rakyat tetap tegak, teguh, waspada. Berjaya dalam memimpin Negara, yang sudah bersatu padu.
Pupuh 69
1. Prajnaparamitapuri itulah nama candi makam yang dibangun. Arca Sri Rajapatni diberkahi oleh pendeta Jnyanawidi. Telah lanjut usia, faham akan tantra, menghimpun ilmu Negara. Laksana titisan Empu Bharada, menggembirakan hati Baginda.
2. Di Bayalangu akan dibangun pula candi makam Sri Rajapatni. Pendeta Jnyanawidi lagi yang ditugaskan memberkahi tanahnya. Rencananya telah disetujui oleh sang menteri demung Boja. Wisesapura namanya, jika candi sudah berdiri sempurna dibangun.
3. Candi makam Sri Rajapatni tersohor sebagai tempat keramat. Tiap bulan Badrapada disekar oleh para menteri dan pendeta. Di tiap daerah, rakyat serentak membuat peringatan dan memuja. Itulah surganya, berkat berputera, bercucu narendra utama.
Pupuh 70
1. Tersebut pada tahun saka angin delapan utama (1285) baginda menuju Simping demi pemindahan candi makam. Siap lengkap segala persajian tepat menurut adat. Pengawasnya Rajaparakrama memimpin upacara.
2. Faham tentang tatwopadesa dan kepercayaan Siwa. Memangku jabatannya semenjak mangkat Kertarajasa. Ketika menegakkan menara dan mekala gapura. Bangsawan agung Arya Krung, yang diserahi menjaganya.
3. Sekembalinya dari Simping, segera masuk pura. Terpaku mendengar Adimenteri Gadjah Mada sakit. Pernah mencurahkan tenaga untuk keluhuran Jawa. Di Pulau Bali serta Kota Sadeng memusnahkan musuh.
Pupuh 71
1. Tahun saka tiga angin utama (1253) beliau mulai memikul tanggung jawab. Tahun rasa (1286) beliau mangkat; Baginda gundah, terharu bahkan putus asa. Sang Dibyacita Gadjah Mada cinta kepada sesame tanpa pandang bulu. Insaf bahwa hidup tidak baka, karenanya beramal tiap hari.
2. Baginda segera bermusyawarah dengan kedua rama serta ibunda. Kedua adik dan kedua ipar tentang calon pengganti Ki Patih Mada yang layak akan diangkat hanya calon yang sungguh mengenal tabiat rakyat. Lama timbang menimbang, tetapi seribu sayang tidak ada yang memuaskan.
3. Baginda berpegang teguh. Adimenteri Gadjah Mada tak akan diganti. Bila karenanya timbul keberatan, beliau sendiri bertanggung jawab. Memilih enam menteri yang menyampaikan urusan Negara ke istana. Mengetahui segala perkara, sanggup tunduk kepada pimpinan Baginda.
Pupuh 72
1. Itulah putusan rapat tertutup. Hasil yang diperoleh perundingan. Terpilih sebagai wredda menteri karib Baginda bernama Mpu Tadi.
2. Penganut karib Sri Baginda Nata. Pahlawan perang bernama Mpu Nala. Mengetahui budi pekerti rakyat. Mancanegara bergelar tumenggung.
3. Keturunan orang cerdik dan setia. Selalu memangku pangkat pahlawan. Pernah menundukkan Negara Dompo, Serba ulet menanggulangi musuh.
4. Jumlahnya bertambah dua menteri. Bagai pembantu utma Baginda. Bertugas mengurus soal perdata. Dibantu oleh para upapati.
5. Mpu Dami menjadi menteri muda. Selalu ditaati di istana. Mpu Singa diangkat sebagai saksi. Dalam segala perintah Baginda.
6. Demikianlah titah Sri Baginda Nata. Puas, taat, teguh segenap rakyat. Tumbuh tambah hari setia baktinya. Karena Baginda yang memerintah.
Pupuh 73
1. Baginda makin keras berusaha untuk dapat bertindak lebih bijak. Dalam pengadilan tidak serampangan, tapi tepat mengikuti undang-undang. Adil segala keputusan yang diambil, semua pihak merasa puas. Masyhur nama beliau, mampu menembus zaman, sungguhlah titisan Bhatara.
2. Candi makam serta bangunan para leluhur sejak zaman dahulu kala yang belum siap diselesaikan, dijaka dan dibina dengan seksama. Yang belum punya prasasti disuruh buatkan piagam oleh ahli sastra. Agar kelak jangan sampai timbul perselisihan, jikalau sudah temurun.
3. Jumlah candi makam raja seperti berikut, mulai dengan Kagenengan disebut pertama karena tertua: Tumapel, Kidal, Jajagu, Wedwawedan. Di Tuban, Pikatan, Bakul, Jawa-jawa, Antang Trawulan Kalang, Brat dan Jago. Lalu Blitar, Sila Petak, Ahrit, Waleri, Bebeg, Kukap, Lumbang dan Puger.
Pupuh 74
1. Makam rani: Kamal Pandak, Segala, Simping, Sri Ranggapura serta candi Budi Kuncir, bangunan baru Prajnyaparamitapuri di Bayalangu yang baru saja dibangun.
2. Itulah dua puluh tujuh candi raja. Pada Saka tujuh guru candra (1287) bulan Badra, dijaga petugas atas perintah raja. Diawasi oleh pendeta ahli sastra.
Pupuh 75
1. Pembesar yang bertugas mengawasi seluruhnya sang Wiradikara orang utama, yang seksama dan tawakal membina semua candi. Setia kepada baginda, hanya memikirkan kepentingan bersama. Segan mengambil keuntungan berapa pun penghasilan candi makam.
2. Desa-desa perdikan ditempatkan di bawah perlindungan Baginda Darmadyaksa Kasewan bertugas membina tempat ziarah dan pemujaan. Darmadyaksa Kasogatan disuruh menjaga biara kebudhaan. Menteri ber-haji bertugas memelihara semua pertapaan.
Pupuh 76
1. Desa perdikan Siwa yang bebas dari pajak: Biara Relung Kunci, Kapulungan, Roma, Wwatan, Iswaragreha, Palabdi, Tanjung, Kutalamba, begitu pula Taruna. Parahyangan, Kuti Jati, Candi Lima, Nilakusuma, Harimananda, Uttamasuka, Prasada-haji, Sadeng, Panggumpulan, Katisanggraha. Begitu pula Jayasuka.
2. Tak ketinggalan: Spatika, Yang Jayamanalu, Haribawana, Candi Pangkal, Pigir, Nyudonto, Katuda, Srangan, Kapukuran, Dayamuka, Kalinandana, Kanigara, Rambut, Wuluhan, Kinawung, Sukawijaya, dan lagi Kajaha, demikian pula Campen, Ratimanatasrama, Kula, Kaling ditambah sebutan lagi Batu Putih.
3. Desa perdikan kasogatan yang bebas dari pajak: Wipulahara, Kutahaji, Jantraya, Rajadanya, Kuswanata, Surayasa, Jarak, Lagundi, serta Wadari. Wewe Pacekan, Pasuruan, Lemah Surat, Sangan serta Pangiketan. Panghawan, Damalang, Tepasjita, Wanasrama, Jenar, Samudrawela, dan Pamulang.
4. Baryang Amretawardani, Wetlwetihn, Kawinayan Patemon serta Kanuruhan. Engtal, Wengker, Banyu Jiken, Batabata, Pagagan, Sibok dan Engtal Wetan. Pindatuha, telang, Suraba, itulah yang terpenting, sebuah suka Sukalila. Tak disebut perdikan tambahan seperti Pogara, Kulur, Tangkil, dan sebagainya.
Pupuh 77
1. Selanjutnya, disebut berturut desa kebudhaan Bjradara: Isanabajra, Naditara, Mukuh, Sambang, Tanjung, Amretasaba, Bangbang, Bodimula, Waharu Tampak, serta Puruhan dan Tadata.Tidak juga terlangkahi Kumuda, Ratna serta Nadinagara.
2. Wungajaya, Palandi, Tangkil, Asahing, Samici, serta Acitahen. Nairanjana, Wijayawaktra, Mageneng, Pojahan, dan Balamasin. Krat, Lemah Tulis, Ratnapangkaya, Panumbangan serta Kahuripan. Keraki, Telaga Jambala, Jungul ditambah lagi Wisnuwala.
3. Badur, Wirun, WUngkilur, Mananggung, Watukura serta Bajrasana. Pajambayan, Salaten, Simapura, Tambvak Laleyan, Pilangu, Pohaji, Wangkali, Biru, Lembah, Dalinan, Pangadwan yang terakhir. Itulah desa kebudhaan Bajradara yang sudah berprasasti.
Pupuh 78
1. Desa Keresian seperti berikut: Sampud, Rupit dan Pilan. Pucangan, Jagadita, Pawitra, masih sebuah lagi Butun. Di situ terbentang taman, didirikan lingga dan saluran air. Yang mulia Mahaguru – demikian sebutan beliau.
2. Yang diserahi tugas menjaga sejak dulu menurut piagam. Selanjutnya desa perdikan tanpa candi, diantaranya yang penting: Bangawan Tunggal, Sidayatra, Jaya Sidahajeng, Lwah Kali dan Twas. Wasita, Palah, Padar, Siringan. Itulah desa perdikan Siwa.
3. Wangjang Bajrapura, Wanara, Makiduk, Hansen, Guha dan Jiwa. Jumpud, Soba, Pamuntaran dan Baru, perdikan Budha utama. Kajar, Dana Hanyar, Turas, Jalagri, Centing, Wekas. Wandira, Wandayan, Gatawang, Kulapayan dan Talu pertapaan resi.
4. Desa perdikan Wisnu berserak di Barwan serta Kamangsian, Batu, Tanggulian, Dakulut, Galuh, Makalaran, itu yang penting. Sedang, Medang, Hulun Hyan, Parung Langge, Pasajan, Kelut, Andelmat, Pradah, Geneng, Panggawan, sduah sejak lama bebas pajak.
5. Terlewati segala dukuh yang terpencar di seluruh Jawa. Begitu pula asrama tetap yang bercandi serta yang tidak. Yang bercandi menerima bantuan tetap dari Baginda raja. Begitu juga dukuh pengawas, tempat belajar upacara.
Pupuh 79
1. Telah diteliti sejarah berdirinya segala desa di Jawa. Perdikan, candi, tanah pusaka, daerah dewa, biara dan dukuh. Yang berpiagam dipertahankan, yang tidak segera diperintahkan pulang kepada dewan desa di hadapan Sang Arya Ranadiraja.
2. Segenap desa sudah diteliti menurut perintah Raja Wengker. Raja Singasari bertitah mendaftar jiwa serta seluk salurannya. Petugas giat menepati perintah, berpegang kepada aturan. Segenap penduduk jawa patuh mengindahkan perintah baginda raja.
3. Semua tata aturan patuh diturut oleh Pulau Bali. Candi, asrama, pesanggrahan telah diteliti sejarah tegaknya. Pembesar kebudhaan Baduhulu, Badaha Lo Gajah ditugaskan membina segenap candi, bekerja rajin dan mencatat semuanya.
Pupuh 80
1. Perdikan kebudhaan Bali seperti berikut: Biara Baharu (Hanyar), Kadikaranan, Purwanagara, Wirabahu, Adiraja, Kuturan. Itulah enam kebudhaan Bajradara, biara kependetaan. Terlangkahi biara dengan bantuan Negara seperti Arya-dadi.
2. Berikut candi makam di Bukit Sulang, Lemah Lampung dan Anyawasuda, Tatagatapura, Grehastadata, sangat masyhur, dibangun atas piagam pada tahun saka Angkasa Rasa Surya (1260) oleh Sri Baginda Jiwana. Yang memberkahi tanahnya, membangun candinya: upasaka wredda menteri.
3. Semua perdikan dengan bukti prasasti dibiarkan tetap berdiri. Terjaga dan terlindungi segala bangunan setiap orang budiman. Begitulah tabiat raja utama, Berjaya, berkuasa, perkasa. Semoga kelak para raja sudi membina semua bangunan suci.
4. Maksudnya agar musnah semua durjana dari muka bumi laladan. Itulah tujuan melintas, menelusur dusun-dusun sampai di tepi laut. Menentramkan hati pertapa, yang rela tinggal di pantai, gunung dan hutan. Lega bertapa brata dan bersamadi demi kesejahteraan Negara.
Pupuh 81
1. Besarlah minat Baginda untuk tegaknya tripaksa. Tentang piagam beliau bersikap agar tetap diindahkan. Begitu pula tentang pengeluaran undang-undang, supaya laku utama, tata sila dan adat-tutur diperhatikan.
2. Itulah sebabnya sang caturdwija mengejar laku utama. Resi, Wipra, pendeta Siwa Budha teguh mengindahkan tutur. Catur Asrama terutama catur basma tunduk rungkup tekun. Melakukan tapa brata, rajin mempelajari upacara.
3. Semua anggota empat kasta teguh mengindahkan ajaran. Para menteri dan arya pandai membina urusan Negara. Para puteri dan ksatria berlaku sopan, berhati teguh. Waisya dan Sudra dengan gembira menepati tugas darmanya.
4. Empat kasta yang lahir sesuai dengan keinginan Hyang Mahatinggi. Konon, tunduk rungkup kepada kuasa dan perintah baginda. Teguh tingkah tabiatnya, juga ketiga golongan terbawah, Candala, Mleca dan Tuca mencoba mencabut cacat-cacatnya. Begitulah tanah Jawa pada zaman pemerintahan Sri Nata.
Pupuh 82
1. Penegakan bangunan – bangunan suci membuat gembira rakyat. Baginda menjadi teladan di dalam menjalankan enam darma. Para ibu kagum memandang, setuju dengan tingkah laku sang prabu.
2. Sri Nata Singasari membuka lading luas di daerah Sagala. Sri Nata Wengker membuka hutan Surabana, Pasuruan, Pajang. Mendirikan perdikan Budha di Rawi, Locanapura, Kapulungan. Baginda sendiri membuka lading Watsari di Tigawangi.
3. Semua menteri mengenyam tanah palenggahan yang cukup luas. Candi, Biara dan Lingga utama dibangun tak ada putusnya. Sebagai tanda bakti kepada dewa, leluhur, para pendeta. Memang benar budi luhur tertabur mengikuti jejak Sri Nata.